Deni Kurniawan As'ari |
SENIN (4/8) lalu, Bupati Banyumas Mardjoko melantik Drs. Purwadi Santoso, M.Hum sebagai Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik). Pelantikan ini sempat tertunda karena menunggu persetujuan DPRD, ketika calon Kadisdik itu masih menjabat sekretaris dewan. Dengan pelantikan ini, bolehkah masyarakat Banyumas memiliki ekspetasi baru tentang maju dan berkembangnya dunia pendidikan di Banyumas?
Pergantian atau rotasi pejabat dalam pemerintahan daerah merupakan hal yang lumrah. Namun yang menarik, pergantian pejabat Disdik ini dilakukan bupati hasil pilkada langsung pertama di Banyumas. Dan, sosok yang dipercaya memangku jabatan strategis itu bukanlah seorang profesional pendidikan, melainkan sosok berlatar belakang ilmu pemerintahan.
Menarik juga dicermati ketika DPRD mengajukan usul raperda pendidikan, Mardjoko sempat menolak usulan Wajib Belajar 12 tahun. Apakah beberapa sinyal itu menjadi pertanda bahwa Mardjoko kurang ngeh terhadap dunia pendidikan? Bila melihat program Mardjoko saat kampanye, terutama terkait dengan bidang pendidikan, sebenarnya harapan itu masih tetap ada. Dalam buklet atau selebaran kampanyenya, Mardjoko memiliki sembilan bidang garapan, termasuk pendidikan. Program yang ditawarkannya meliputi kesiapan untuk merealisasi anggaran pendidikan (20 % dari APBD) sesuai ketentuan perundang-undangan, memperbanyak sarana-prasarana pendidikan secara merata, memberi beasiswa kepada siswa SD, SMP, dan SMA dari keluarga miskin, serta meningkatkan kesejahteraan guru dan tenaga kependidikan.
Dalam Program 100 hari, terutama program kedua (peningkatan kesejahteraan masyarakat) point b tertulis: meningkatkan layanan pendidikan dan kesehatan dengan indikator keberhasilannya adalah warga mendapatkan layanan pendidikan dan kesehatan yang memadai (http://www.banyumaskab.go.id).
Nah, tinggal bagaimana Kadisdik dapat menerjemahkan segala kebijakan dan rencana program kampanye Mardjoko itu menjadi program riil yang menyentuh dan membawa kemanfaatan bagi masyarakat. Sebagian pihak sempat meragukan figur Kadisdik yang dilantik, terutama karena kiprah sebelumnya yang tak pernah bergelut dengan hiruk-pikuk pendidikan. Namun penunjukan kadisdik merupakan wilayah hak Bupati. Tentu ia memiliki alasan tersendiri, bahwa yang bersangkutan dapat mengemban tugas dengan baik. Sudah saatnya masyarakat memberikan kesempatan kepada Kadisdik baru untuk menjalankan tugasnya.
Di sisi lain, para ‘‘penggelut pendidikan‘‘ di Banyumas perlu introspeksi tentang masih minimnya stok calon kadisdik yang bisa ditawarkan, atau masih rendahnya bargaining position dengan Bupati Mardjoko. Mungkin mereka tidak pernah ikut dalam hiruk pikuk politik saat kampanye pilkada beberapa bulan lalu. Ada ungkapan seorang teman, bahwa politik itu adalah balas budi. Kalau tidak, ya balas dendam. Entah benar atau tidak ungkapan tersebut.
Pendidikan Murah
Ada enam permasalahan pendidikan di Banyumas yang perlu mendapat perhatian dari Bupati Mardjoko dan kadisdik baru.
Pertama, mahalnya biaya pendidikan, terutama untuk sekolah negeri setingkat SMP dan SMA. Sebagian masyarakat berkelakar, sekolah negeri dan swasta kini sama mahalnya. Alangkah indahnya kalau Bupati Mardjoko dan kadisdik memiliki program untuk membantu siswa dari keluarga tidak mampu berupa beasiswa atau sumbangan pendidikan. Syukur kalau menelurkan program pendidikan murah (SD – SMA). Dan bila memungkinkan, pendidikan gratis seperti yang sukses dilakukan Pemkab Jembrana (Bali). Semua itu tergantung dari political will dan good will Bupati.
Kedua, adanya regulasi yang jelas bagi sekolah. Besarnya sumbangan orang tua siswa baru kepada sekolah saat pendaftaran dirasa memberatkan. Sudah saatnya Dinas Pendidikan membuat regulasi untuk setiap sekolah, sehingga ada kontrol yang jelas.
Ketiga, kesejahteraan guru. Kepedulian Pemkab Banyumas terhadap kesejahteraan guru —terutama guru swasta— selama ini masih kurang, bahkan kalah dari daerah tetangga seperti Purbalingga. Sudah saatnya Bupati Mardjoko ikut memikirkan nasib mereka yang tersebar di berbagai wilayah Banyumas. Program insentif bulanan bagi guru swasta dan honorer negeri yang bersumber dari APBD layak dipertimbangkan oleh Bupati dan DPRD.
Keempat, pelayanan birokrasi pendidikan. Untuk mendukung ketercapaian program pendidikan, perlu reformasi birokrasi pelayanan pendidikan di setiap tingkatan. Selain itu, perlunya kontrol terhadap setiap pelaku pendidikan untuk meminimalisasi terjadinya praktik penyimpangan yang merugikan masyarakat. Dalam hal ini kemampuan menajerial dan ‘‘keberanian‘‘ dari Kadisdik baru menjadi sesuatu yang sangat penting.
Kelima, pemerataan fasilitas pendidikan di kota dan desa. Beberapa sekolah di kota memiliki fasilitas yang sangat lengkap dan memadai. Misal, di kelas tersedia televisi, LCD dan komputer untuk mendukung proses pembelajaran. Namun di sekolah-sekolah ndesa, banyak bangunan yang mau runtuh atau fasilitas pendukungnya jauh dari memadai.
Keenam, peningkatan kualitas dan profesionalisme guru. Sebab guru adalah ujung tombak kesuksesan pendidikan. Pemberdayaan dan peningkatan kualitas mereka perlu mendapat perhatian. Kegiatan seminar, workshop, diklat, diskusi, dan kajian keilmuan perlu digalakkan.
Akhirnya, selamat bertugas kepada Bupati Mardjoko dan Kadisdik yang baru. Teriring doa dan harapan, semoga amanah rakyat dapat ditunaikan dengan sebaik-baiknya dan rakyat pun tersenyum bahagia karena pemimpin mereka termasuk tokoh yang peduli terhadap pendidikan.
Deni Kurniawan As’ari, Guru Mapel PKn MTs N Majenang
Sumber : Suara Merdeka
0 komentar:
Posting Komentar